NAMA: Adhi alwidoyo
Kelas:4KA22
NPM:1A 111 112
manusia dan keadilan adalah sesuatu yang pasti berhubungan dengan kebenaran dan HAM. Keadilan merupakan unsur penting dalam tatanan keharmonisan bermasyarakat. Bila unsur itu dilanggar maka akan terjadi crash democration yang berurat akar hingga sulit mencari titik permasalahannya. Apalagi menyangkut pelanggaran HAM yang tidak bisa dibicarakan dengan mudah walaupun di meja persidangan, karena itu juga bisa menjadi bumerang bagi pelapornya bila tidak bisa menyebutkan semua fakta pelanggaran yang ada. Tapi itu semua hanya bisa kita kembalikan ke hadirat Sang Ilahi karena kebenaran dan kesempurnaan hanya milik-Nya.
Kelas:4KA22
NPM:1A 111 112
manusia dan keadilan adalah sesuatu yang pasti berhubungan dengan kebenaran dan HAM. Keadilan merupakan unsur penting dalam tatanan keharmonisan bermasyarakat. Bila unsur itu dilanggar maka akan terjadi crash democration yang berurat akar hingga sulit mencari titik permasalahannya. Apalagi menyangkut pelanggaran HAM yang tidak bisa dibicarakan dengan mudah walaupun di meja persidangan, karena itu juga bisa menjadi bumerang bagi pelapornya bila tidak bisa menyebutkan semua fakta pelanggaran yang ada. Tapi itu semua hanya bisa kita kembalikan ke hadirat Sang Ilahi karena kebenaran dan kesempurnaan hanya milik-Nya.
Ringkasan cerita:
Film:GIE
Film ini menggambarkan petualangan Soe Hok Gie mencapai tujuannya untuk menggulingkan rezim Sukarno, dan perubahan-perubahan dalam hidupnya setelah tujuan ini tercapai.
Soe Hok Gie dibesarkan di sebuah keluarga keturunan Tionghoa yang tidak begitu kaya dan berdomisili di Jakarta. Sejak remaja, Hok Gie sudah mengembangkan minat terhadap konsep-konsep idealis yang dipaparkan oleh intelek-intelek kelas dunia. Semangat pejuangnya, setiakawannya, dan hatinya yang dipenuhi kepedulian sejati akan orang lain dan tanah airnya membaur di dalam diri Hok Gie kecil dan membentuk dirinya menjadi pribadi yang tidak toleran terhadap ketidakadilan dan mengimpikan Indonesia yang didasari oleh keadilan dan kebenaran yang murni. Semangat ini sering salah dimengerti orang lain. Bahkan sahabat-sahabat Hok Gie, Tan Tjin Han dan Herman Lantang bertanya "Untuk apa semua perlawanan ini?". Pertanyaan ini dengan kalem dijawab Soe dengan penjelasan akan kesadarannya bahwa untuk memperoleh kemerdekaan sejati dan hak-hak yang dijunjung sebagaimana mestinya, ada harga yang harus dibayar, dan memberontaklah caranya. Semboyan Soe Hok Gie yang mengesankan berbunyi, "Lebih baik diasingkan daripada menyerah pada kemunafikan."
Masa remaja dan kuliah Hok Gie dijalani di bawah rezim pelopor kemerdekaan Indonesia Bung Karno, yang ditandai dengan konflik antara militer dengan PKI. Soe dan teman-temannya bersikeras bahwa mereka tidak memihak golongan manapun. Meskipun Hok Gie menghormati Sukarno sebagai founding father negara Indonesia, Hok Gie begitu membenci pemerintahan Sukarno yang diktator dan menyebabkan hak rakyat yang miskin terinjak-injak. Hok Gie tahu banyak tentang ketidakadilan sosial, penyalahgunaan kedaulatan, dan korupsi di bawah pemerintahan Sukarno, dan dengan tegas bersuara menulis kritikan-kritikan yang tajam di media. Soe juga sangat membenci bagaimana banyak mahasiswa berkedudukan senat janji-janji manisnya hanya omong kosong belaka yang mengedoki usaha mereka memperalat situasi politik untuk memperoleh keuntungan pribadi. Penentangan ini memenangkan banyak simpati bagi Hok Gie, tetapi juga memprovokasikan banyak musuh. Banyak interest group berusaha melobi Soe untuk mendukung kampanyenya, sementara musuh-musuh Hok Gie bersemangat menggunakan setiap kesempatan untuk mengintimidasi dirinya.
Tan Tjin Han, teman kecil Hok Gie, sudah lama mengagumi keuletan dan keberanian Soe Hok Gie, namun dirinya sendiri tidak memiliki semangat pejuang yang sama. Dalam usia berkepala dua, kedua lelaki dipertemukan kembali meski hanya sebentar. Hok Gie menemukan bahwa Tan telah terlibat PKI tetapi tidak tahu konsekuensi apa yang sebenarnya menantinya. Hok Gie mendesak Tan untuk menanggalkan segala ikatan dengan PKI dan bersembunyi, tetapi Tan tidak menerima desakan tersebut.
Hok Gie dan teman-temannya menghabiskan waktu luang mereka naik gunung dan menikmati alam Indonesia yang asri dengan Mahasiswa Pecinta Alam (MAPALA) UI. Selain itu, mereka juga gemar menonton dan menganalisa film, menikmati kesenian-kesenian tradisional, dan menghadiri pesta-pesta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar